Sore Hari.
Muka-muka lelah tapi gembira menghiasi hadirin Obrolan Sore Kali ini. Juragan Brono, Mas Roy, Bang Sadela dan Lik Power duduk bersandar dalam dengan sikap puas. Senyum mengembang diantara mereka. Bahkan sesekali terlihat kerlip menyilaukan dari sudut mulut Juragan Brono. Hanya Cengkir yang merasa heran dengan tingkah para tamunya. Belum juga disuguhi apa-apa sudah tampak kekenyangan.

Trio Lik Power, Mas Roy dan Juragan Brono baru saja merayakan Selamatan 100 Hari Kebun Binatang Carangpedopo. Sebagai program seratus hari, pemerintahan desa Carangpedopo memembuat proyek kebun binatang. Ini tentulah bertujuan menyemarakkan suasana desa Carangpedopo. Memberikan tontonan yang menghibur bagi warga desa. Sejenak bisa mengalihkan perhatian dari rasa lapar mereka, karena warga sibuk membicarakan hiburan ini. Di mana-mana orang tidak melepaskan pandangan dari warga kebun binatang ini. Kemudian membicarakan dengan asyik di waktu kerja dan isirahat. Tingkah polah warga kebun binatang Carangpedopo ini seolah tidak habis sebagai bahan obrolan.

Sebagai desa yang bersahaja, hewan-hewan kebun binatang Carangpedopo didatangkan secara bertahap.
Dimulai dari tikus.
Kemudian hewan melata Cicak dan Buaya.
Dilanjutkan dengan hewan yang berguna bagi petugas kelurahan, karena tintanya bisa dibuat stempel kelurahan. Gurita.
Puncaknya sebagai peringatan 100 hari berdirinya kebun binatang Carangpedopo, dihadirkanlah kerbau keramat berjuluk Ki SibuYes.

Hebatnya,
Selain dihibur tingkah polah hewan-hewan yang ada di kebun binatang desa Carangpedopo.
Warga desa juga diberikan tontonan pengalih rasa lapar lainnya.

Seolah tak mau kalah dengan hewan-hewan yang dihadirkannya, para perangkat desa Carangpedopo juga unjuk kebolehan di depan warganya. Tanpa tahu malu.

  • Juragan Brono mendemonstrasikan pemasangan gigi berlian fasilitas desa di depan warga.
  • Bang Sad memanggil namanya sendiri saat rembug desa.
  • Mas Roy sang putra mahkota desa Carangpedopo memperagakan bagaimana debat kusir terbuka seharusnya dilakukan.
  • Bahkan ayah Mas Roy, sang Kepala Desa, melakukan curhat kenegaraan. Biar seluruh warga desa merasakan penderitaannya sebagai Kepala Desa.
  • Serangkaian hiburan itu tadi dipuncaki dengan iring-iringan andong dinas yang baru diterima oleh perangkat desa, meski konon katanya: walau lebih mahal, andong dinas kali ini lebih sempit dari andong mewah yang dulu.

Ketika iring-iringan pejabat Yang Terhormat itu melintas.
Perangkat Desa melambaikan tangan sumringah karena bengkok desa bakal diperluas. Bengkok adalah tanah kas desa yang dimanfaatkan secara ekonomi dan digunakan untuk membiayai gaji perangkat desa. Ada yang dimanfaatkan untuk sawah, pasar, kos-kosan bahkan ruko bergantung kondisi desa setempat.

Baru-baru ini, entah diserobot tanah milik siapa lagi, anggota dewan Musyawarah Desa Yang Terhormat menyetujui bengkok desa Carangpedopo diperluas demi kesejahteraan pejabat desa.

Prinsipnya : Pejabat senang, rakyat senang.

Kok bisa?
Inilah yang tidak sepenuhnya dimengerti oleh pikiran sederhana Cengkir. Dia hanya tau pekerjaannya sebagai penjaga warisan budaya Obrolan Sore semakin berat. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi, itu berarti dia harus benar-benar kreatif biar selalu bisa menyuguhkan hidangan bagi pemuja Obrolan Sore. Sementara barang-barang dagangannya semakin dilibas oleh produk-produk dari Negeri Kungfu yang semakin murah.

Sebetulnya nasibnya tidak beda jauh dengan warga Carangpedopo yang lain. Hanya saja beberapa waktu ini mereka disibukkan dengan tontonan kebun binatang baru dan atraksi bapak-bapak yang sedang duduk dengan puas didepannya ini.

“Ada apa to, Ceng? Dari tadi kok ngeliati kita terus. Kita di sini bukan sedang pentas lho, Kir-Cengkir.” kata Lik Power memecah lamunan Cengkir. Lik Power berkata sambil melinting rokok kedua yang memang disediakan bahan-bahannya oleh Cengkir sebagai hidangan bagi siapa saja yang bertamu di rumah joglo warisan turun-temurun keluarga Cengkir.

“Eh, ndak kok Pak Lik.” elak Cengkir. Kemudian dia melanjutkan. “Eh iya, karena Pak Lik udah bilang begitu, saya jadi pengen nanya ke Juragan Brono. Kok pakai gigi palsu dari intan segala, emangnya buat apa, to?

Sebelum menjawab, Juragan Brono memamerkan senyum intan-berliannya. Membuat silau para hadirin. Melihat reaksi ini Juragan Brono segera berkata. “Nah, kamu merasakan sendiri to, Ceng? Begitu aku senyum, semua langsung terpesona. Kalau kata-kata penggede mau diperhatikan rakyatnya, caranya ya harus seperti ini, Ceng. Tampil mempesona, memukau pemirsa.”

“Eee…itu to alasannya. Lha saya kira gigi berlian itu buat motong kaca.” kata Cengkir sambil mengangguk-angguk.

Cah gemblung! Lha kamu kira aku ini kuda lumping!” sergah Juragan Brono.

“Hehe…sapa tau Juragan Brono mabuk kekuasaan trus apa aja dikunyah.” Cengkir cengegesan. Sebelum Juragan Brono <em>muntab</em>, Cengkir mendadak berkata. “Eh iya, tapi kenapa pembeliannya harus pakai kas desa, ya? Kan yang pengen pakai cuma Juragan Brono?”

Juragan Brono langsung terdiam. Lik Power mengambil alih.

“Ceng, Juragan Brono ini kan Pejabat Desa. Kalau sekiranya Juragan Brono butuh sesuatu untuk menunjang pengabdiannya pada rakyat, masak ndak difasilitasi. Toh manfaatnya bakal dirasakan rakyat juga.” jawab Lik Power.

“Ngg…kalau udah ndak menjabat, gigi berliannya bakal dibalikin ke desa, nggak ya?” tanya Cengkir seolah pada diri sendiri.

” Ya ndak mungkin to, Ceng. Masak barang yang sudah diberikan mau diminta kembali.” kali ini Bang Sadela angkat bicara.

“BangSad! Diam kamu!” tiba-tiba saja Cengkir berdiri dan menunjuk tepat di depan hidung bang Sadela.

“Apa-apaan ini? Berani sekali kau memaki anggota lembaga musyawarah desa!” sergah bang Sadela tidak terima. Dia pun ikut berdiri sambil menyingkirkan tangan Cengkir dari depan mukanya yang bulat.

Seperti mendadaknya ekspresi kemarahan Cengkir barusan, tiba-tiba saja Cengkir kembali duduk seolah tidak ada apa-apa.

“Saya cuma manggil nama bang Sad aja kok. Katanya, Bang Sad juga salah manggil nama sendiri ke ketua rapat. Trus jadi rame, trus ujung-ujungnya jadi tontonan lagi.” kata Cengkir kalem.

Mendengar ini bang Sad cuma cengar-cengir saja. Sungguh pemain ketoprak desa kawakan, sudah ketahuan belangnya pun masih berlagak sok imut.

Tak disangka Mas Roy sang putera mahkota Carangpedopo, tertawa-tergelak.

“Berarti memang soal pertunjukan, saya yang paling keren.” kata Mas Roy setelah tertawanya mereda. Sementara para pejabat yang lain enggan mengakui kalau apa yang dilakukannya adalah bagian dari sandiwara ketoprak. Mas Roy malah dengan jumawa mengumbar skenarionya. Kemudian pakar komputer desa Carangpedopo ini melanjutkan. “Kalau pertunjukan yang aku gelar itu bermuatan intelektuil. Berbobot. Mempertontonkan perdebatan elit soal pencurian kartu tabungan desa. Antara aku dengan orang yang mengaku-aku ahli itu. Yang intinya…”

“Intinya, tidak ada yang boleh jadi pakar kompyuter selain mas Roy.” potong Cengkir tangkas.

“Euh…ya begitulah.” jawab mas Roy enggan.

Cengkir menoleh ke Lik Power. Dia berkata. “Kenapa ya Pak Lik, penyelidikan dana bang Sianturi yang cuma 6,7T jadi heboh trus sampai bikin pengalih perhatian dengan sandiwara macem-macem. Lha itu, total gaji pejabat yang sampai 158T kok ndak dihebohkan blas. Kalau alasannya karena sesuai tuntutan beban kerja pejabat, Kang Strong yang biasa ngangkuti batu kali itu ya bebannya berat banget.”

“Dengan dana 158T yo wajar kalau semua pengen jadi pejabat. Biar kaya. Padahal yang namanya perangkat desa kalau kaya malah jadinya pengen foya-foya. Harusnya yang boleh kaya itu pengusaha. Soalnya pengusaha itu mau akaya atau kere ditentukan sama berapa banyak keringat yang dia teteskan.” Cengkir  mengakhiri orasinya.

Lik Power tidak menjawab. Dia sedang sibuk melinting rokok ketiga, dilanjutkan menyeruput kopinya yang tinggal sedikit. Kemudian mengakhiri Obrolan Sore kali ini.

—————————————————————

Pengucapan “e” pertama pada “Bengkok” dilafalkan seperti “e” pada kata “emas”.