Sore hari.

Seperti biasa, telah berkumpul bapak-bapak di rumah pusaka turun-temurun keluarga Cengkir, untuk sekedar menikmati kopi gula aren dan obrolan sore. Suatu ritual yang juga sudah dilaksanakan turun temurun di kediaman Cengkir, demi menghabiskan waktu luang warga desa Carangpedopo.

Nah, masalah waktu luang ini juga yang sedang asik dibahas peserta Obrolan Sore kali ini.  Hadirin sepakat, kalau waktu luang bagaikan dua sisi mata pisau yang berbeda. Bisa bermanfaat, tapi bisa juga mencelakakan.

Wuah, kenapa para jelata ini bisa berkata-kata tingkat tinggi seperti itu? Ternyata, diantara pemuja waktu luang ini, hadir Mas Aris sang filsuf  Carangpedopo. Karna satu-satunya filsuf  di desa ini, beliau sering memanjangkan namanya sendiri, yang sebetulnya cekak-aos , cuma : Aris g. Aris memanjangkan namanya jadi Aristoteles. Tapi, lidah polos warga Carangpedopo melafalkannya : Aris-toteles (terjemahan buebas : Aris to yang kecemplung got sampai basah kuyup begitu).

Biasanya, filsuf desa ini tidak pernah kelihatan beredar di daerah Carangpedopo. Biasa mengikuti kemana kaki melangkah, mencari kebijaksanaan sejati . Mas Aris kembali beberapa waktu lalu, karna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara, untuk mencoreng muka mencontreng calon anggota dewan yang terhormat. Kenapa sampai sekarang Mas Aris masih berada di kampung halamannya, bukannya kembali merantau seperti biasa? Itu karena, Mas Aris merasa lemas, tulang-belulang kakinya seolah dilolosi hingga tak sanggup melangkah ke luar desa Carangpedopo, setelah melihat drama koalisi saat ini.

Di bawah komandonya, partai yang dulu Mas Aris bela mati-matian sampai nyaris kehilangan nyawa, bahkan beberapa temannya benar-benar hilang nyawanya, digilas habis-habisan oleh tokoh bangsa ini. Eee lah, kok sekarang malah salam-salaman mesra dan rangkulan bareng bikin koalisi dengan ketua partai yang dulu dianiaya. Bener-bener manjur Pil Lupa yang diberikan tokoh sangar ini, sampai-sampai bisa bikin lupa, bukan hanya para petinggi partai, tapi juga banyak masyarakat yang dibuat blank dengan track-record-nya. (Suara Merdeka – Kolom Celathu, 3 Mei 2009).

Jadinya, Mas Aris sekarang punya banyak waktu luang untuk ikut Obrolan Sore dan melontarkan wacana : waktu luang bisa bermanfaat dan mencelakakan.

Hampir semua bapak-bapak yang duduk melingkar mengeliling meja bundar dari kayu jati di teras rumah Cengkir, memberikan tanggapan positif  soal waktu luang yang mereka punyai.

Contohnya,
Juragan Brono, dia termasuk Obama a.k.a obah-mamah. Artinya, setiap gerak-geriknya selalu menghasilkan uang. Setiap waktu luang yang Juragan Brono miliki, tetap bisa menghasilkan kekayaan.

Atau, Kang Sronto. Kang Sronto melewatkan waktu luangnya dengan memancing. Tujuan selain, mencari tambahan lauk, juga untuk membuktikan kalau dia bener-bener sronto (sabar) menunggu kailnya mendapatkan ikan.

Bahkan, Dik Santri yang jadi anggota termuda pemuja Obrolan Sore saat itu, juga memanfaatkan waktu luangnya untuk ber-karya wisata, study wisata, ya sesial-sialnya ber-darma-wisata untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang beragam kebudayaan di Indonesia. (Laporan Karya Wisata kelas IX SMP… ah,sudahlah).

Demikian seterusnya. Intinya, semua waktu luang yang dimiliki bapak-bapak yang ada disini, bermanfaat. Tidak ada yang mencelakakan. Makanya, Kang Guru, yang mengajar di Australia dengan kantong di perut SD – SMP Carangpedopo yang keseluruhan biayanya gratis,tis, lama sebelum pemerintah menggembar-gemborkan sekolah gratis, bertanya pada Mas Aris.

“Lha trus, emang ada, waktu luang yang bisa mencelakakan?” tanya Kang Guru lembut.

Sebelum yang ditanya menjawab, Cengkir sudah angkat bicara.

“Mungkin seperti ini ya, Kang. Orang yang begitu berkuasanya nangkepi penjahat, di tengah-tengah jadwalnya yang begitu puadet, masih sempet buat main cewek trus mbunuh orang, ya Kang?” kata Cengkir ceplas-ceplos, seperti biasa.

Sontak semua yang mendengar kata-kata Cengkir ini, terdiam. Dalam benak mereka, memikirkan hal yang sama. Betapa mengerikannya waktu luang di tangan orang yang menginginkan kesenangan tak wajar bagi dirinya, tapi juga sekaligus tak ingin kekuasaannya diganggu gugat. Bakalan banyak yang celaka karenanya. Di sisi lain, betapa menyedihkannya bagi penguasa yang ingin tulus mendarma-baktikan hidupnya untuk kejayaan negeri, pada  saat waktu luangnya ingin menghibur diri secara wajar, malah dimanfaatkan orang-orang yang kuatir dilorot paksa ke bui oleh aparat yang jurdil ini dengan cara menjebak, memfitnah hingga tersingkir dari  jalan mereka melestarikan kekuasaan.

Ah, waktu luang…

Sampai menulis seperti ini, pastinya tukang ceritanya juga terlalu banyak memiliki waktu luang…alias nganggur!

glekh…